Pendidikan Vokasi di Indonesia

 Dalam sistem pendidikan nasional di Indonesia,  penyelenggaraan pendidikan dapat dibedakan dalam dua kelompok pendidikan, yaitu: (1) pendidikan akademik, dan (2) pendidikan profesional. Pendidikan akademik merupakan penyelenggaraan program pendidikan yang bertujuan mempersiapkan peserta didik mengembangkan potensi akademik untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Pendidikan profesional merupakan penyelenggaraan program pendidikan yang mempersiapkan peserta didik meningkatkan potensi kompetensi sesuai bidang keahliannya. Pendidikan profesional ini termasuk dalam kategori penyelenggaan pendidikan yang berorientasi dunia kerja.

Secara historis pendidikan kejuruan di Indonesia berakar pada zaman penjajahan Belanda. Pendidikan kejuruan yang berkembang di Indonesia adalah pendidikan kejuruan yang di Negeri Belanda disebut “Beroesonder-wijs” yaitu pendidikan yang diselenggarakan di sekolah oleh pemerintah. Untuk  Indonesia pendidikan kejuruan yang lebih sesuai dengan kebutuhan Indonesia adalah “Beroeps-en Vakopledingen” yang di Jerman dinamakan “Beroeps-und Fachschule” dan di Inggris disebut “Vocational Education”. Pendidikan kejuruan atau pendidikan vokasi merupakan kelanjutan tradisi swasta yang tergabung dalam perhimpunan para pengusaha yang disebut dengan  “Bedrijfsgoepen” (Belanda), “Traders Union” (Inggris), atau “Wirihschajtgrupen” (Jerman).
Pendidikan di Indonesia landasan hukumnya adalah  : Undang-Undang R.l No  20 Tahun 2003. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. dan Pancasila.  Berdasarkan Undang-Undang R.l No : 20 Tahun 2003 . Pasal 4, ayat (1) Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif  dengan menunjang tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, bilai kultural dan kemajemukan bangsa.  Pasal 13, ayat (1)  Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non formal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Pasal 14 , Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pasal 15, Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi,  vokasi, keagamaan, dan khusus. Pasal 18, ayat (1) Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar, (2) Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan, (3) Pendidikan menengah berbentuk sekolah menengah atas (SMA), madrasah aliyah (MA), sekolah menengah kejuruan (SMK),  dan madrasah aliyah kejuruan (MAK) atau bentuk lain yang sedrajat.

Sejak diundangkannya UU Nomor 22 Tahun 1999 diganti dengan  UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, dan UU Nomor 25 Tahun 1999 diganti dengan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan   antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah secara hukum pendidikan di Indonesia sudah harus diselenggarakan secara desentralistik.  Desentralisasi pendidikan bertujuan untuk meningkatkan mutu layanan dan kinerja pendidikan untuk pemerataan, kualitas, relevansi, dan efisiensi pendidikan secara otonom. Otonomi pendidikan meletakkan tantangan kepada pemerintah kabupaten/kota mengelola pendidikan dasar dan pendidikan menengah, serta satuan pendidikan  berbasis keunggulan lokal (UU Sisdiknas Pasal 50 ayat 5). Pemerintah kabupaten/kota melakukan peningkatan secara berencana dan berkala untuk meningkatkan keunggulan lokal, kepentingan nasional, keadilan, dan kompetisi antar bangsa dalam peradaban dunia (penjelasan Pasal 35 ayat 1). Dalam rangka lebih mendorong penjaminan mutu ke arah pendidikan yang relevan dengan kebutuhan masyarakat, Pemerintah dan Pemerintah Daerah memberikan perhatian khusus pada penjaminan mutu satuan pendidikan tertentu yang berbasis keunggulan lokal (penjelasan PP 19 Pasal 91 ayat 1).

Refrensi
http://psmk.kemdikbud.go.id/konten/1614/mengenal-sejarah-pendidikan-kejuruan-di-indonesia (diakses pada 4 april 2017)